daily

About Indonesia's PMB Program & Several Things Related To That

Monday, February 17, 2014

I have officially cancelled my application for Keio, due to application deadline schedule. Mungkin belom berjodoh or whatsoever. Dan gw merelakan sambil nunggu screening process uni lain (APU in March and KAIST in June).

So, some of you might've heard about my plan to study in Japan this year. It's been difficult for me to organize every single thing alone. I still have not yet granted any permissions from my mother, it's been so hard to start a conversation because we'll end up screaming at each other and hold our ego. But hey, it doesn't matter because I have this strong motivation to step aside and leave. It's not that I don't love her nor I dislike this country, I just feel that, it might be better for me to move to a new place and new environment. I mean, gw mau aja gitu sekolah disini asal bukan sekolah yang terlalu akademis karena gw sudah muak. Gw udah muak karena sekolah-sekolah kayak gitu samasekali gak kredibel dan super gak ngotak. Jujur aja gw nggak ngerti sama standar/kriteria penerimaan mahasiswa baru di Indonesia. Setiap kali gw mau apply keluar (di negara dan universitas manapun) selalu ada yang namanya ADMISSION HANDBOOK. Disana tertulis lengkap semua requirements yang mensyaratkan kita buat mengirim beberapa dokumen, dimana nanti mereka bisa menilai kita secara keseluruhan dari dokumen yang kita kirim.

Dokumen-dokumen itu biasanya berisi formulir identitas, letter of recommendation/evaluation, nilai rapor, personal statement/essay, piagam dan penghargaan, sama activities outline. Menurut gw, ini adalah hal yang sangat bagus karena mereka gak bakal nilai kita cuma dari academic transcript yang notabene masih tanda tanya dan kurang bisa dipertanggung jawabkan karena Indonesia gak punya standar pendidikan yang jelas dalam menentukan nilai. 

Coba lihat, nilai 80 di suatu sekolah bisa menjadi 90 di sekolah yang lain hanya karena 'akreditas' sekolah yang mumpuni. Itu juga standar pengajaran dan cara memperoleh nilainya masih sangat dipertanyakan. Kita gak punya standar khusus yang bisa dipakai sehingga kompetensi setiap orang bisa dinilai secara adil dan setara. Disini, lo bisa aja ngemis-ngemis nilai atau nyontek buat dapet angka yang lo mau. Ada juga beberapa guru yang secara 'dermawan' memberi nilai lebih buat anak didik yang dirasanya baik. Efeknya tentu semua lo tau. Seakan belum cukup aneh, proses penerimaan mahasiswa baru regulerpun disaring hanya lewat rapor. Murid gak perlu menulis motivasi mereka ke depan, atau mimpi-mimpi mereka, atau aktivitas-aktivitas yang mereka jalanin selama mereka sekolah, atau prestasi mereka di bidang lain seperti halnya kalau lo mendaftar ke luar negeri, mereka cuma perlu angka-angka yang perlu lo kumpulkan selama tiga tahun bersekolah, and BAM! kalo lo dinyatakan lulus kualifikasi, lo bisa membanting mimpi orang lain yang 'kurang beruntung'.

Personal statement/essay, gw rasa sangat penting untuk mengukur seberapa kuatnya motivasi elo dalam memilih major or jurusan yang lo pengen masukin. Disitu elo bisa menjabarkan mimpi-mimpi elo, dari yang paling masuk akal sampe yang gak pernah kebayang dipikiran, serta misi lo dalam mencapai tujuan tersebut. Dan concern lo tentang hal yang related to your chosen major. Ini bagus banget, menurut gw ini salah satu hal yang bisa menggambarkan diri elo sepenuhnya. Tapi gw cukup ngerti kenapa sistem ini gak diterapin di Indonesia, karena pasti essay ini bakal banyak polemik yang muncul di dalamnya. (Skripsi aja BELI, JIPLAK, minta bikinin orang, apalagi essay yang cuma 400-600 kata?) Dasar mental tolol dan gak-mau-susah.

Activities outline. Sebetulnya ini optional sih buat beberapa universitas. Tapi bakal tetap selalu ada. Disini elo bisa menjabarkan dan memamerkan kegiatan di luar sekolah, kayak volunteer, kepanitiaan event, ekskul, kegiatan sosial, nulis, filmmaking, apa aja deh yang menarik minat lo dan udah lo jalanin. Ada beberapa orang yang emang gak senang/gak sempat terlibat dalam kegiatan-kegiatan kayak gini (poor you! harusnya lo temenan sama gw) karena jam belajar atau karena gak tau cara gabung dan nyarinya. Ya gpp sih, cuma menurut gw sayang-sayang aja 3 taon hidup lo isinya cuma belajar dan gak sempet nyicipin dunia seneng-seneng. Kebetulan gw sekolah di sekolah yang sangat strict soal belajar dan akademis apalagi gw IPA dan guru-gurunya pushy semua, jadi gw mengorbankan cukup mengorbankan waktu belajar gw buat dapet pengalaman yang rasanya gak bakal bisa gw dapetin kalo gw lulus (karena rasanya pasti beda), dan gw gak pernah sekalipun menyesal walaupun pas kelas 2 nilai gw turun bebas. Sumpah, demi semua dewa dewi di langit dan semua Tuhan di dunia ini, gw nggak bakal nyesel sedikitpun, sampai detik ini dan selamanya. I am grateful to taste 'dunia kerja' lewat magang dan ketemu orang-orang baru.

Jadi bisa keliatan kan lewat semua requirements tersebut, kekurangan dan kelebihan lo serta bidang yang menarik perhatian lo? Itulah yang gw maksud dengan standar penilaian yang baik. Menyeluruh. Rata. Kompetitif. Sesuai motivasi. Sesuai pilihan. Sesuai. Sesuai. Sesuai. Nilai yang superior emang bagus banget, tapi jangan sampe nilai itu dijadikan the only living standard to get into the university karena itu bisa ngebuat orang menghalalkan segalanya dan sikut-sikutan dengan cara yang merugikan orang lain men.

PS: Jujur aja gw juga masih ada secuil keinginan buat tetep disini dan gw tertarik buat masuk perfilman. Tapi, kalo boleh ditanya kenapa gw keukeuh banget buat sekolah di luar, mungkin ini bisa menjadi jawaban paling pas :

You Might Also Like

0 comments

SUBSCRIBE

Like us on Facebook