daily

240 Detik

Wednesday, August 14, 2013

Tahun ini, takbir kembali bergema di telinga gw, namun di tempat yang samasekali berbeda.

Buat gw, waktu selalu berjalan begitu lambat. Mungkin karena faktor masa kecil yang sering berpindah-pindah dari pulau ke pulau yang lainnya, atau karena gw bukan tipe orang yang family-oriented, sehingga tidak terlalu hanyut dalam euforia acara-acara yang diperingati secara luas. Well, who knows.

Yang bahaya dari waktu adalah kekuatannya memanipulasi logika. Sering kita dengar pernyataan: "Rasanya baru kemarin..." padahal 'kemarin' yang dimaksud adalah hari ini, tiga belas tahun yang lalu. Pecah, kan? Waktu itu hebat. Ia bisa membuat orang yang waras jadi delusional. Padahal bumi tetap berevolusi dalam skala normal. Bahkan Salvador Dali telah lebih dulu mengabadikan waktu sebagai sesuatu yang 'ajaib' hingga ia menciptakan "The Persistence Of Memory", atau yang lebih kita kenal dengan lukisan Surreal Melting Clock.



Ya. Begitu hebatnya waktu hingga konon, ada saja orang-orang dari berbagai negara yang rela mengeluarkan kocek jutaan hingga milyaran dollar hanya untuk 'mengutak-ngatik' dan melakukan penelitian-penelitian ilmiah demi kemungkinan proyek time travel. As a big fan of sci-fi movies and stuff, I really enjoy it. Walaupun para ilmuwan melakukan penelitian hanya berdasar teori efek perlambatan Einstein yang disebut 'paradoks kembar', belum ada hukum fisika yang mampu mewujudkan mesin waktu itu sendiri. Mungkin di masa milenium mendatang, 'mesin waktu' yang sering didengung-dengungkan di komik Doraemon bisa terwujud. Tapi jujur aja gw rasa, lebih baik jika benda tersebut tidak ada. Kenapa? Karena jika terbuka untuk umum, benda itu bisa menimbulkan kekacauan dan melawan apa yang seharusnya terjadi. Ingat, benda tersebut juga bisa memecah belah takdir seseorang dengan orang yang lain bahkan degan lingkungannya sendiri. Pokoknya, jika sistemnya sembarangan dan asal pakai, fix banget bakal mengakibatkan kekacauan tiada akhir. Mungkin kiamat adalah waktu dimana waktu sudah tidak ada artinya lagi. Sehingga orang tidak mempunyai acuan tertentu dalam menjalani kehidupan, dan persis, menandai itu semua, kita kembali ke nol. We're fucking doomed.

Apa gw over exaggerating? Ngga juga. Bisa dibayangkan apa yang terjadi kalo waktu udah gak ada artinya lagi. Kalo kata Katy Perry, 'like a plastic bag, drifting through the wind'. Gw emang gak begitu ngerti definisi 'like a plastic bag' menurut Mbak Keti, tapi yang gw tangkep adalah: plastic bag selalu bisa terbawa angin, tipis, dan 'hayuk hayuk ajah'. Mau hidup kamu ditentukan orang lain? Jujur aja, gw sih nggak :D

Gw selalu yakinin diri gw bahwa waktu pasti berjalan seperti yang seharusnya. Mati itu pasti. Tapi ya udah. Selama masih bisa bernapas, jalanin aja. 240 detik adalah waktu yang cukup untuk mengingat hal-hal yang menyenangkan sampai saat ini. Ketika gw 'empet' sama orang-orang disekitar gw, gw selalu yakinin diri gw bahwa kehidupan gw sudah menyenangkan. Dan 240 yang kita pakai setiap hari untuk memperbaiki mood bukan waktu yang banyak kan? Jadi apa salahnya. Gw mulai menerapkan konsep ini sejak masuk SMA. Jujur aja, abis itu pikiran gw langsung enteng dan semriwing. Dengan pikiran ringan, tentu saja kita bakal lebih cerdas dalam memilih keputusan.

Jadi, 240 detik setiap hari, is quite worth it right? :)

You Might Also Like

0 comments

SUBSCRIBE

Like us on Facebook