Saya adalah orang yang lebih nyaman berada di tengah kawanan hewan dibanding manusia. Alasannya simpel, binatang adalah makhluk yang sangat praktis. Saya tidak harus mendengar keluh kesah mereka 24/7, betapa beratnya hidup yang sedang mereka jalani, betapa banyaknya pekerjaan dan ulangan yang harus mereka selesaikan, dan betapa rumitnya kisah percintaan mereka. Mereka bukan manusia yang harus melewati tahap-tahap emosional dari kanak-kanak hingga dewasa. Dan mereka tidak perlu melewati fase alay. Mereka adalah contoh konkrit betapa indahnya hidup dengan maximal simplicity. Tidak harus bersusah payah dan berkeluh kesah yang tidak ada ujungnya. Kerjaannya hanya makan, main, tidur, dan kawin. Sudah dijamin 100% masuk surga.
Tapi dulu, jika ada satu makhluk yang berada di list terakhir dari semua binatang yang saya senangi, maka makhluk itu adalah kucing. Awalnya kesal karena pernah dicakar secara brutal waktu kecil, lalu kemudian rasa takut itu berkembang dan berubah menjadi curiga. Saya secara otomatis mensugesti diri saya sendiri bahwa semua kucing di dunia ini membenci saya, dan mereka bersekongkol untuk melucuti saya tiap ada kesempatan. Kerap kali, jika saya berada dalam radius beberapa meter dari kawanan kucing, saya harus memasang kuda-kuda siap siaga karena selalu diliputi perasaan tidak enak, seperti ada yang sedang memperhatikan dan siap menyerang. Okay, saya tahu mungkin pernyataan ini terdengar berlebihan. Tidak logis rasanya jika kucing-kucing tadi berkonspirasi sedemikian rupa untuk menyerang seorang manusia yang bahkan mandi pun jarang. Ah, tapi bukan itu masalahnya.
Kemarin, rumah saya kedatangan tamu yang notabene teman-teman sekolah saya sendiri. Seorang teman, sebut saja Ambia, adalah seorang fobia kucing kelas berat. Ia berulang kali mengingatkan bahwa kediaman saya sekarang sudah tidak aman lagi, ditandai dengan maraknya kucing yang santer berkeliaran. Sekedar informasi, dulu ketika ia dan teman-teman saya yang lain masih sering datang untuk acara nonton bola bareng di rumah, saya belum memelihara kucing. Kira-kira setahun yang lalu. Jadi bisa terbayang lah, bagaimana hebohnya ketika ia mendapati kucing saya sedang makan di kandang. Ia memohon-mohon supaya kami tidak mengeluarkan makhluk fluffy itu dari kandangnya. Awalnya, kami menurut. Namun kemudian, rasanya gemas dan penasaran juga. Jadi ketika dia sedang 'ngumpet' di balik pintu kamar adik saya, saya bersama seorang teman jahiliyah bernama Isa berkonspirasi untuk menjejeli kucing sekaligus merekam adegan tersebut. It went better than we expected. Dia berteriak histeris, padahal kucing saya diam saja. Memperhatikan segala gerak-gerik hebohnya sementara ia menempel pada dinding seakan mau diperkosa. Bahkan sampai mengumpat dan membawa nama Tuhan dengan lantang, bahwa kami ini keparat. Bahwa manusia itu jahanam. Bahwa Tuhan itu maha adil dan suatu saat kami akan mendapat balasan yang setimpal. Saya hanya tertawa karena bagaimanapun adegan itu lucunya bukan kepalang. Sehabis itu ia bengong tidak karuan, dan menjadi kagetan. Bahkan Mbak saya yang sedang membawa minuman-pun disangka sebagai kucing yang sedang menyamar. Ia menjadi frigid terhadap semua hal. Hebat bukan buatan kekuatan fobia dalam diri seseorang.
Ada juga yang takut dengan buah-buahan, namanya Vabbya. Buat saya ini aneh sekali. Kecuali kalau Annoying Orange memang ada di kehidupan nyata, baru okelah. Teman saya Piping juga fobia berat dengan kodok, sampai-sampai ia bisa menjerit dan menangis tidak karuan kalau dijejali (dan untungnya, saya tidak pernah bertindak sejauh itu). Ada yang super takut dengan serangga, lipas dan keluarganya, yaitu Mbak Lin, sampai-sampai ia pernah hampir membuka semua pakaian yang dia kenakan karena binatang tersebut disinyalir menempel di bagian tubuhnya. Ada juga yang takut dengan kulit rambutan, namanya Sigit. Dan adik saya sendiri bahkan punya ketakutan berlebih terhadap hantu dan makhluk astral lainnya. Selain nama-nama diatas, tentu kita mengenal banyak figur yang mempunyai fobia dari yang paling normal sampai yang paling nyentrik seperti 'fobia cinta'. Huek. Mendengarnya saja saya sudah mau muntah.
Saya? Saya gak pernah punya fobia dengan apapun. I found it unnecessary either to fear something. You cannot trust your fear. It can get you nowhere. Saya lebih percaya bahwa ketakutan milik kita, adalah sugesti maha gabut yang kita punyai dalam alam bawah sadar. Ketakutan itu refleks bersatu dengan kepanikan tidak wajar yang kita punya, sehingga akhirnya kita tidak dapat mengontrol diri kita sendiri dan mengacaukan rasionalitas otak. Sehingga kita bisa menjadi tidak karuan, and driven out by our own fear. Fear is something you held deep inside you. It's up to you, how to control it, how to minimize it. Tanamkan saja pikiran bahwa 'orang lain aja biasa, kenapa saya gak bisa?'. Well, apa sih yang pantas ditakuti dari rasa takut itu sendiri?
Manusia selalu dilimpungi rasa takut berlebihan yang mereka ciptakan sendiri. Untuk kalian yang masih 'takut', saya punya quote yang pas :
Cheryl: I wanted to tell you, that song "Major Tom" and that beard guy... he doesn't know what he's talking about. That song is about courage and going into the unknown. It's a cool song.
Sekedar referensi, lagu yang dimaksud adalah Space Oddity-nya David Bowie.
Happy weekend.